Melihat Lebih Dekat Tradisi Melaut Suku Biak
Lukisan Nelayan Papua, sedang menombak ikan, 1775, by Thomas Forrest |
Tahukah Anda bahwa di masa lampau profesi sebagai nelayan sudah ditekuni oleh orang-orang di zaman dulu. Profesi ini merupakan profesi yang sudah sangat lama digemari oleh manusia. Dari mencari ikan di laut, di kali-kali di daratan, dan di sungai-sungai. Setiap suku memiliki teknik atau tradisi penangkapan ikan secara tradisional. Nah, kali ini artikel ini akan membahas apa saja tradisi melaut yang dilakukan oleh suku Biak. Dan, apakah tradisi ini masih bertahan hingga sekarang ataukah tradisi melaut ini telah hilang. Dengan mempelajari perilaku atau tradisi kehidupan masyarakat Biak mula-mula dapat membantu kita untuk melihat bagaimana suku Biak telah hidup dengan melaut.
Menelusuri Budaya Melaut Orang Byak
Masyarakat Papua pesisir pantai memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam soal mencari ikan secara tradisional di masa lampau. Konon keahlian mereka sebagai pelaut membuat banyak orang Papua dibawa ke Maluku hingga Bali sebagai budak yang berprofesi sebagai nelayan penangkap ikan. Tak diragukan lagi, profesi nelayan adalah salah satu pekerjaan yang digeluti pada zaman dulu hingga masa kini.
"Hampir semua dari mereka menggunakan satu atau lebih budak Papua, yang pekerjaannya membuat mereka hidup dalam kemalasan yang hampir mutlak, hanya pergi memancing atau berdagang kecil-kecilan, sebagai kegembiraan dalam keberadaan mereka yang monoton."—Tulis Alfred Wallace dalam Malay Archipelago, 1885, hal. 533
Penjelajah Inggris Thomas Forrest yang mengunjungi kepulauan Raja Ampat bertemu dengan suku migran orang Biak di sana pada 1774. Dalam laporanya ia mencatat bahwa orang-orang Biak di sana suka mencari hasil laut baik ikan, penyu dan lainnya.
Orang Papua yang berasal dari kepulauan Biak Numfor dikenal memiliki tradisi Melaut. Residen F. S. A. Clercq (1893) dalam buku De West- en Noordkust van Nederlandsch Niuew Guinea menulis "Menangkap ikan merupakan mata pencaharian utama penduduk pantai, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun sebagai alat tukar dengan orang Papua pedalaman, maupun untuk memenuhi permintaan hasil laut para pedagang, termasuk di samping para pedagang. Tempurung penyu (waumis), tripang (pimam) dan kerang (insan) tersebut sangat populer. Untuk Biak Timur itu adalah pulau-pulau Padaido, untuk Maukdor kelompok Ayaw, untuk Numfor pulau kecil Manem dan untuk Ron Mios Auri, yang diberkahi dengan produk-produk ini pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil dan berulang kali dikumpulkan oleh mereka yang tinggal di dekatnya."
Banyak dari kalangan masyarakat Biak menjadikan profesi ini menjadi pekerjaan tetap, namun ada juga yang menjadikannya sebagai hobi. Mulai dari kanak-kanak sampai orang dewasa mereka suka mencari ikan di laut. Tradisi Melaut Suku Biak, sudah ada sejak lampau dan pada masa perdagangan tempo dulu, hasil-hasil laut merupakan komoditi yang menguntungkan di Papua.
Pengetahuan tradisional suku Biak dapat terlihat dari pengetahuan nenek moyang dalam memahami ilmu astronomi atau perbintangan. Mereka dapat mengetahui kapan waktu-waktu tertentu yang banyak ikannya, dan kapan musim ikan. Dan, kapan waktu yang cocok untuk menangkap jenis ikan tertentu, penyu maupun biota laut lainnya. Pemahaman mereka tentang dunia astronomi tradisional turut membantu mereka dalam menjaga, merawat dan memanfaatkan laut sebagai bagian yang penting dalam kelangsungan hidup mereka.
Pada malam hari mereka mencari ikan dengan cara pampam, kakuken yakni menembak ikan dengan cara menggunakan Amyas (daun kelapa yang diikat kemudian dinyalakan sebagai penerang) atau Paramrom (obor). Di masa kini, kebanyakan menggunakan senter, lampu gas dan beberapa benda penerang lainnya.
Dan seperti terlihat pada foto tahun 1900-an di atas, ada yang menggunakan busur untuk memanah ikan. Para lelaki suku Biak di zaman dulu memiliki keterampilan memanah sejak kecil karena mereka mendapat pelatihan sejak dini. Sayangnya, pada masa kini, keterampilan memanah ikan menggunakan busur panah sudah tidak dilakukan. Para anak-anak dan para wanita biasa menggunakan pinyan yaitu alat tradisional untuk menangkap ikan dalam batu-batu di kala air surut (meti kering). Penggunakan ramuan-ramuan tradisional pun dapat dijumpai dalam tradisi masyarakat Biak di masa lampau ketika mencari ikan.
Para nelayaran Biak di abad ke-20, mulai mengenal apa yang mereka sebut "dopis" alias bom yang dirakit sendiri untuk membom ikan di laut. Tidak diketahui dengan pasti kapan mereka menggunakan bom ikan ini, namun menurut cerita lisan bahwa mereka mempelajari penggunaan bom pada masa perang dunia ke-2 yaitu dari tentara Amerika dan tentara Jepang. Belakangan dengan penegakan hukum yang terus menerus banyak dari nelayan mulai berhenti menggunaan dopis.
Mereka juga mengetahui setiap jenis ikan berdasarkan bentuk dan jenisnya. Bahkan setiap Keret suku Biak mengetahui jenis-jenis ikan tertentu yang bisa menyebabkan alergi atau menimbulkan penyakit. Penggunaan alat untuk menangkap ikan sampai pada penggunaan racun tradisional untuk menangkap ikan.
Dalam kehidupan orang Biak, terdapat filosofi-filosofi yang berkaitan dengan dunia laut. Misalnya tentang ikan Inarar, ikan Aruken, dan ikan lainnya. Dunia laut selalu digambarkan sebagai wanita atau ibu yang selalu memberikan kehidupan bagi manusia Byak. Contoh kata "ikan" dalam bahasa Biak disebut "In". Kata "In" secara harfiah berarti perempuan atau wanita. Dunia laut selalu digambarkan secara aftrak sebagai seorang wanita. Masyarakat Biak juga mengenal betul nama-nama ikan di perairan dengan nama-nama khas bahasa Biak.
Post a Comment for "Melihat Lebih Dekat Tradisi Melaut Suku Biak"